Ketika Saya Jatuh di Kasino Virtual

Saya dulu mengira perjudian soal peluang—sampai saya duduk di meja bawah cahaya neon biru, menyaksikan lampu berkedip seperti lenter di gang Chicago saat Tahun Baru Lunar. Ibu saya menulis puisi tentang Fu Niu sebagai arwah leluh; ayah saya memprogram RNG yang bisikkan keadilan ke setiap lempar. Di sini, tak ada angka acak—hanya detak jantung. Setiap taruhan adalah bait. Setiap kemenangan, desahan.

Saya tak mengejar streak lagi. Ketika menang lima kali berturut, saya pergi—bukan karena takut kehilangan, tapi karena ingat bagaimana diam memegang ruang antar nada.

Platform menyebutnya ‘Fu Niu Feast.’ Tapi bagi saya? Ini katedral kode dan kaligrafi—tempat di mana kecemasan Anda menjadi ritual.

Saya gunakan Figma untuk memetakan perjalanan pemain bukan sebagai titik data—tapi sebagai topografi emosional. Edge rumah 5%? Itu bukan pajak—itu gema harapan orang lain.

Pemain baru buru-buru pada ‘free add-ons.’ Saya tunggu hingga senja sebelum menyentuh tombol lagi.

Ini bukan strategi. Ini penyerahan—to ritme, kepada diam, pada hum sunyi antar angka yang ingat Anda manusia sebelum menjadi algoritma.