Pelanggan Ketujuh di Tengah Malam

Saya duduk di sini lagi—bukan untuk menang, tapi untuk mengingat. Lampu neon berkedip di toko kelontong pukul 02.17, dan di situlah dia: pelanggan ketujuh. Tak ada yang berbicara. Hanya mata yang memandangi hasil lama seperti doa. Ia tak membeli tiket—ia mengamati. Dulu saya kira ini soal keberuntungan. Tapi bukan. Di lingkungan saya—tempat lenter Cina bergantung di samping irama Founi dan kidulaby Spanyol—we tak mengejar kemenangan. Kami jejak pola. RNG berputar diam-diam di bawah genteng seperti genderang kuil dari Tahun Baru Lunar. Setiap tangan adalah ritual—bukan risiko—tapi irama.