Ketujuh Pelanggan di Toko Midnight

Saya dulu mengira kemenangan tentang keberuntungan—sampai saya duduk sendirian di sudut toko pukul 2 pagi, menyaksikan pelanggan ketujuh meletakkan taruhannya seperti doa. Mereka tak pernah tersenyum. Hanya menganggukkan kepala. Saya dulu mengejar hadiah seperti kembang api, tapi sekarang saya memperhatikan cahaya yang berbisik di udara setelah setiap putaran—seperti bohlam fluorescent yang berdengung di atas kursi kosong. Aturan rumah tak tertulis di kertas—melainkan terukir dalam napas. Nenek saya berkata: ‘Jangan cari keuntungan. Anda harus hadir.’ Sekarang saya bermain selama dua puluh menit dengan Rs.10—cukup untuk merasakan ritme-nya. Saya tak lagi melacak kemenangan. Saya melacak kesunyian.