Apakah Anda Pernah Berpura-pura Bahagia Saat Bermain?

Saya dulu mengira jackpot adalah tujuannya—sampai saya duduk sendirian di jendela apartemen, menatap cahaya neon yang berkedip di meja kosong. Dadu tak bersuara. Gulungan tak bersorak. Tapi diam? Ia berbisik: "Anda tidak perlu menang. Anda hanya perlu ada."

Ritual Taruhan Kecil

Saya mulai dengan taruhan Rp10 per putaran—bukan karena percaya pada keberuntungan, tapi karena butuh merasakan sesuatu yang nyata. Ibu saya bermain jazz di vinyl; ayah saya menulis algoritma tengah malam. Mereka ajarkan: "Rumah selalu menang—tapi Anda? Anda memutuskan saat duduk."

Diam Bukan Kedinginan

Dalam Festival Founi, orang-orang berteriak untuk bonus seperti kembang api. Tapi saya menatap seorang wanita yang menggulir layarnya setelah kalah tiga putaran—tanpa selfie, tanpa trofi—hanya teh yang menghangat di samping cangkir retak. Ia tidak memposting apa-apa. Ia hanya mendesih—and tersenyum samar.

Anda Bukan Seorang Pemain Sampai Anda Berhenti Mencoba

Algoritma tidak peduli jika Anda menang. Ia peduli jika Anda muncul—even broken, even tired—even silent. Saya dulu mengira keberuntungan adalah sihir. Sekarang saya tahu: itu hanyalah irama. Detak napas Anda sebelum tekan ‘bet’… adalah satu-satunya hal yang mengingat diri Anda.